Friday, March 29, 2013

HUKUM TAHLILAN


HUKUM TRADISI TAHLILAN DALAM PERSPEKTIF AHLI HADITS DAN ULAMA’ SALAFI
Makna sebuah tradisi
Tradisis adalah sesuatu yang terjadi berulang-ulang dengan sengaja, dan bukan terjadi secara kebetulan. Dalam hal ini, Syeikh Shalih Bin Ghonim Al Sadlan, Ulama’ Wahhabi kontemporer drai Saudi Arabia berkata:
Dalam kitab Dhuror Al Hikkam Syarh Majallat Al Ahkam Al ‘Adliyyah berkata:
adat (tradisi) adalah sesuatu yang menjadi keputusan pikiran banyak orang
dan diterima oleh orang orang yang memiliki karakter normal”.
(al qawa’idal fiqh hiyyah al kubrah wama tafarro ‘anha, hal 333).
Hukum melanggar tradisi masyarakat adalah hal yang tidak baik selama tradisi tersebut tidak di haramkan oleh agama.
Tradisi Tahlilan
Tahlilan adalah tradisi ritual yang komposisi bacaannya terdiri dari beberapa ayat alqur’an, tahlil, tasbih, tahmid, sholawat dll. Bacaan tersebut dihadiahkan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Hal tersebut kadang dilakukan secara bersama-sama (berjama’ah) dan kadang pula dilakukan sendirian. Biasanya tahlilan ini dilakukan selama tujuh hari dari meninggalnya seseorang, hari ke 40, 100, 1000, tiap malam jum’at, acara khoul dan lain-lain. Komposisi bacaan tahlil yang terdiri dari beragam dzikir ini telah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu.
[Syeikh Ibn Taimiyah Al Harrani, Ulama’ panutan utama kaum Wahhabi, pernah ditanya tentang ritual seperti tahlilan tersebut, dan beliau membenarkan serta manganjurkannya.
Dalam hal ini Ibnu Taimiyah berkata: “Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memperotes ahli dzikir (berjama’ah) dengan berkata kepada mereka, “dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan Al-Qur’an, lalu mendo’akan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (Laa haula walaa quwwata illaa billaah) dan Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Lalu Ibnu Taimiyyah menjawab: “Berjama’ah dalam berdzikir, mendengarkan Al-Qur’an dan berdo’a adalah amal shaleh, termasuk Qurban dan Ibadah yang paling utama setiap waktu”. Dalam Shahih Bukhori Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai banyak MAlaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepala Allah, maka mereka memanggil, “silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan Hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada Allah”….. adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir atau berdo’a setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rosulullah SAW dan hamba-hamba Allah yang Saleh, zaman dulou dan sekarang.”]
(Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, Juz 22, hal 520)
Pernyataan Ibn Taimiyah di atas memberikan kesimpulan bahwa dzikir berjama’ah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, sholawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk Qurban dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.

Referensi :
Idrus Rambli Muhammad. Membedah Bid’ah & Tradisi dalam Perspektif Ahli Hadits & Ulama’ Salafi. Surabaya: Khalista, 2010

0 comments:

Post a Comment