HUKUM TRADISI TAHLILAN DALAM PERSPEKTIF AHLI HADITS DAN ULAMA’ SALAFI
Makna sebuah tradisi
Tradisis
adalah sesuatu yang terjadi berulang-ulang dengan sengaja, dan bukan terjadi
secara kebetulan. Dalam hal ini, Syeikh Shalih Bin Ghonim Al Sadlan, Ulama’
Wahhabi kontemporer drai Saudi Arabia berkata:
“Dalam kitab Dhuror Al Hikkam Syarh Majallat
Al Ahkam Al ‘Adliyyah berkata:
adat (tradisi) adalah sesuatu yang
menjadi keputusan pikiran banyak orang
dan diterima oleh orang orang yang
memiliki karakter normal”.
(al qawa’idal fiqh hiyyah al kubrah
wama tafarro ‘anha, hal 333).
Hukum
melanggar tradisi masyarakat adalah hal yang tidak baik selama tradisi tersebut
tidak di haramkan oleh agama.
Tradisi Tahlilan
Tahlilan
adalah tradisi ritual yang komposisi bacaannya terdiri dari beberapa ayat
alqur’an, tahlil, tasbih, tahmid, sholawat dll. Bacaan tersebut dihadiahkan
kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Hal tersebut kadang dilakukan
secara bersama-sama (berjama’ah) dan kadang pula dilakukan sendirian. Biasanya
tahlilan ini dilakukan selama tujuh hari dari meninggalnya seseorang, hari ke
40, 100, 1000, tiap malam jum’at, acara khoul dan lain-lain. Komposisi bacaan
tahlil yang terdiri dari beragam dzikir ini telah berlangsung sejak berabad-abad
yang lalu.
[Syeikh
Ibn Taimiyah Al Harrani, Ulama’ panutan utama kaum Wahhabi, pernah ditanya
tentang ritual seperti tahlilan tersebut, dan beliau membenarkan serta
manganjurkannya.
Dalam
hal ini Ibnu Taimiyah berkata: “Ibnu
Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memperotes ahli dzikir (berjama’ah)
dengan berkata kepada mereka, “dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang
kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan
Al-Qur’an, lalu mendo’akan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang telah
meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah
(Laa haula walaa quwwata illaa billaah)
dan Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Lalu
Ibnu Taimiyyah menjawab: “Berjama’ah
dalam berdzikir, mendengarkan Al-Qur’an dan berdo’a adalah amal shaleh,
termasuk Qurban dan Ibadah yang paling utama setiap waktu”. Dalam Shahih
Bukhori Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
Allah mempunyai banyak MAlaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila
mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepala Allah, maka mereka
memanggil, “silahkan sampaikan hajat
kalian”, lanjutan Hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada Allah”….. adapun
memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca
Al-Qur’an, berdzikir atau berdo’a setiap pagi dan sore serta pada sebagian
waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rosulullah SAW dan
hamba-hamba Allah yang Saleh, zaman dulou dan sekarang.”]
(Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, Juz
22, hal 520)
Pernyataan
Ibn Taimiyah di atas memberikan kesimpulan bahwa dzikir berjama’ah dengan
komposisi bacaan yang beragam antara ayat Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil,
sholawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal
shaleh dan termasuk Qurban dan ibadah
yang paling utama dalam setiap waktu.
Referensi
:
Idrus
Rambli Muhammad. Membedah Bid’ah &
Tradisi dalam Perspektif Ahli Hadits & Ulama’ Salafi. Surabaya:
Khalista, 2010

0 comments:
Post a Comment